TUJUAN KOTBAH MENURUT
PARA HOMILITIKER
PADA
ABAD PENGINJILAN SAMPAI
ABAD XX
I.
Pendahuluan
Pada sajian yang sebelumnya kita sudah
membahas mengenai ujud kotbah dan juga tujuan kotbah menurut Yesus Kristus,
Rasul Petrus dan Rasul Paulus. Dan pada sajian kita kali ini, kita akan mencoba
melihat tujuan-tujuan kotbah menurut para homilitiker pada abad penginjilan
sampai pada abad ke XX. Semoga ini dapat menambah pengetahuan kita
bersama.
II.
Pembahasan
2.1.
Tujuan Kotbah Pada Abad ke - 17/18
Pada
sekitar abad ke-17, gereja-gereja di Eropa seperti Anglican, Lutheran dan
Calvinis (Reformed) oleh banyak orang dilihat sudah semakin kaku, dingin, tidak
bergairah dan kurang menghargai manusia sebagai pribadi. Padahal masyarakat
beragama mendambakan ungkapan-ungkapan yang lebih mesra, hangat, dan personal.
Kerinduan ini mendorong lahirnya gerakan Pietisme, dan pada gilirannya
melahirkan tiga rumpun gereja-gereja, yakni Moravia, gereja-gereja Swedia
Injili dan gereja-gereja Metodis (Wesleyan).[1]
Di Jerman sendiri, kehidupan iman dalam kalangan orang-orang Protestan telah
menjadi suam karena kebekuan ajaran dan semangat. Gereja di Jerman, pada masa
ini telah menjadi sangat intelektualistis, sehingga kebenaran iman Kristen
telah menjadi permainan intelektual semata-mata.[2]
Pada abad ke-18,
merupakan masa dimana terjadi kemunduran besar dalam moral dan agama.
Ketidakpercayaan menjadi mode mutakhir dan kebanyakan pendeta hanya berkotbah
tentang moralisme yang kosong.[3]
Di Inggris sendiri, pada awal abad ke-18 masih merupakan negeri agraris yang
sedang bersiap-siap memasuki era industri modern melalui Revolusi Industri yang
berlangsung sejak pertengah abad itu. Ada kesenjangan yang besar antara
tuan-tuan dan buruh-buruh, kesenjangan
ini pun tidak berkurang ketika roda Revolusi Industri berputar dengan cepat.
Dan pada akhirnya muncullah kapitalis, industrilialisasi, kriminalitas
meningkat, wabah penyakit dan pelacuran, yang mana sering diabaikan oleh
gereja.[4]
2.1.1.
Philip
Jacob Spener (1635)
Spener
adalah salah seorang tokoh dan pelopor daripada Gerakan Pietisme Jerman. Ia
lahir di Alcase pada tahun 1635. Pada tahun 1666, Spener menjadi pendeta di
kota perdagangan Frankfurt. Ia mulai memperkuat katekisasi bagi anak-anak dan
yang sudah sidi harus melalukan dengan sungguh-sungguh imamat am-nya. Kaum awam
harus dilibatkan dalam pekerjaan pelayanan gereja dan juga menekankan agar
diadakan penelitian Alkitab.[5]
Menurut
Spener, dalam kotbah-kotbahnya ia mengajak seluruh umat untuk berbuat baik dan
hidup lebih saleh. Dan didalam bukunya yaitu Pia Desideria (Cita-cita Kesalehan), yang mana pada point ke-6,
usul untuk memperbaiki keadaan gereja, dikatakan bahwa, kotbah-kotbah haruslah
disusun dengan tujuan membangkitkan iman
pendengarnya supaya imannya menunjukkan
buah-buah roh. [6]
2.1.2.
John
Wesley (1703-1791)
John Wesley
adalah seorang yang sangat saleh dan seorang pengkotbah yang sangat
bersemangat. Ia memiliki kecakapan yang luar biasa dalam mengorganisir suatu
organisasi. John Wesley juga dikenal sebagai seorang pemimpin gerakan
Kebangunan Rohani di Inggris pada abad ke-18 bersama dengan saudaranya Charles
Wesley. John Wesley lahir pada 17 Juni 1703 di Epworth.[7]
Wesley berkotbah
dengan bahasa sederhana, seraya memakai banyak kiasan, perumpamaan dan cerita.
Tiap berkotbah diakhiri dengan seruan dan undangan kepada jemaat supaya
bertobat dan menyucikan hidupnya dari segala sisa dosa.[8]
Menurutnya, kotbah harus memiliki tujuan
menyerukan: (1) pertobatan,
(2) Pembenaran oleh iman, dan (3) pengudusan atau kesucian.[9]
2.2.Tujuan
Kotbah pada abad ke-19 sampai abad ke-20
Pada
abad ini, kemajuan kapitalisme dilapangan perekonomian menimbulkan
berkembangnya industri dimana-mana. Semua untung besar masuk kantong kaum
pengusaha dan majikan, tetapi kaum buruh hidup dalam kemiskinan dan kemelaratan
yang menyedihkan. Pada abad ini juga mulai berkembang imperialisme dan
liberialisme. Dalam perkembangan rohani, pada abad ini, dapat pula kita
membedakan tiga zaman dalam perkembangan hidup rohani, yaitu zaman idealism, zaman liberialisme dan zaman
naturalisme.[10]
2.2.1.
Charles
Finney (1872)
Finney adalah
tokoh pemimpin revival (Kebangunan Rohani), yang terjadi pada sekitar tahun
1800. Finney dilahirkan di New England, tahun 1872 dalam keluarga Kristen Presbiterian.
Finney
mencurahkan seluruh perhatiannya kepada berkotbah. Mengadakan beberapa
kebangunan rohani dibeberapa kota di negara bagian New York. Ia menulis suatu
buku yang berjudul: Lectures on Revival
of Religion (Kotbah-kotbah mengenai Kebangunan Agama). Menurut Finney,
kotbah harus disampaikan dengan berapi-api dan memakai bahasa yang sederhana,
disertai doa-doa yang panjang dan penuh perasaan, di mana nama-nama orang yang
berdosa itu disebut dengan jelas. Dan menurut kotbah bertujuan untuk mendorong
seseorang untuk mengambil keputusan untuk bertobat atau tidak.[11]
2.2.2.
Ellen
G. White (1827-1915)
Ellen
lahir di daerah pertanian dekat kota Gorham, Maine, namun dibesarkan di
Portland. Ellen bukan hanya seorang pengkotbah dan ‘penglihat’ ataupun ‘nabiah’
yang ulung, melainkan juga penulis yang produktif. Dia dianggap sebagai
perintis aliran Adventis.[12]
Ellen melihat bahwa yang menjadi tujuan berkotbah adalah penyelamatan jiwa.[13]
2.2.3.
Dwight
Lyman Moody (1837-1899)
Lahir di kota kecil dari Northfield. Massachusetts, ia meninggalkan Northfield sebagai seorang remaja untuk pergi ke Boston dan kemudian ke Chicago, di mana
ia bekerja sebagai penjual sepatu dan
sebagai penginjil awam sampai 1873. Dia selalu berbicara secara informal, ia
tidak pernah menulis secara rinci tepat sebuah khotbah keseluruhan. Dalam kotbah
bertujuan menekankan pesan sederhana dari
Allah yaitu Kasih, bukan dari Allah yang murka dan penghakiman.[14] Moody
berpegang teguh kepada apa yang tertulis di dalam Alkitab. Ia tidak meragukan
sedikitpun kebenaran Alkitab. Dalam kotbah-kotbahnya ia menekankan bahwa Allah
mengasihi semua manusia dan Moody ingin membawa kasih kepada semua orang dan mengajak
orang untuk bertobat dan menerima kasih Tuhan itu.[15]
2.2.4. G. Campbell Morgan (1863-1945)
Morgan
percaya bahwa "pekerjaan terutama
dari pendeta Kristen adalah
berkotbah". Yang menjadi metode persiapan adalah "kerja; kerja keras, dan lagi, bekerja".
Ia menyiapkan khotbah
singkat yang memungkinkan untuk kebebasan berekspresi, dan kemudian berkhotbah selama minimal 45 menit.
Morgan bertubuh tinggi dan kurus, dengan rambut jauh dan intens, wajah hampir sedih,. Suaranya resonan meski tidak kuat. Dia percaya bahwa yamg menjadi tujuan penting dari khotbah adalah kebenaran, kejelasan, dan gairah.[16]
Morgan bertubuh tinggi dan kurus, dengan rambut jauh dan intens, wajah hampir sedih,. Suaranya resonan meski tidak kuat. Dia percaya bahwa yamg menjadi tujuan penting dari khotbah adalah kebenaran, kejelasan, dan gairah.[16]
2.2.5.
Charles
E. Coughlin (1891-1979)
Ayahnya
seorang pendeta Katolik yang dikenal melalui kotbahnya dari radio di Amerika
pada periode perang dunia II. Lahir di Ontario, Kanada. Coughlin mengencap
pendidikan di Universitas St. Michael dan menjadi seorang pendeta pada 1916.
Dari 1916-1918, Coughlin mengajar psikologi, bahasa inggris, di Ontario dekat
Detroit. 1923 pindah ke Michigan dan bekerja pada bidang keuskupan di Detroit.
1930 dia mulai terkenal di program, “The Golden Flower of Little Flower” di
salah satu program nasional CBS dan dia dijuluki “The little flower”. Coughlin
terkenal sebagai pendeta radio dan kotbah-kotbahnya dibingkai oleh filosofis
skolastik. Coughlin didalam kotbahnya ia mengkritik para kaum yahudi yang
bertopengkan bait suci demi mendapatkan uang. Kotbah harus bertujuan
menyuarakan kebenaran.[17]
III.
Kesimpulan
Dari
pemamparan diatas, kita dapat melihat tujuan kotbah dari masing-masing tokoh.
Tokoh-tokoh tersebut juga dipengaruhi oleh situasi yang terjadi. Sehingga
dengan melihat masing-masing tujuan kotbah dari para tokoh sesuai dengan
zamannya, kita dapat menambah wawasan kita sendiri mengenai hal diatas.
IV.
Daftar
Pustaka
Aritonang, Jan S.,
Aritonang, Berbagai Aliran di dalam dan
di sekitar Gereja, Jakarta: BPK-GM, 1995
Berkhof, H., Sejarah Gereja, Jakarta: BPK-GM, 2007
Lane, Tony, Runtut Pijar (Sejarah Pemikiran Kristiani),
Jakarta: BPK-GM, 2007
Wellem, F.D., Kamus Sejarah Gereja, Jakarta: BPK-GM,
2002
Wellem, F.D., Riwayar Hidup Singkat Tokoh-tokoh dalam
Sejarah Gereja, Jakarta: BPK-GM, 1999
Willimon, Willam H.
& Richard Lisher, Concise
Encyclopedia of Preaching, Louisville: Westminster Jhon Knox Press, 2004
Chrisnov
M Tarigan
Mahasiswa STT Abdi Sabda Medan
Mahasiswa STT Abdi Sabda Medan
[1]
Jan S. Aritonang, Berbagai Aliran di
dalam dan di sekitar Gereja, Jakarta: BPK-GM, 1995, hlm. 146
[2]
F.D. Wellem, Kamus Sejarah Gereja, Jakarta:
BPK-GM, 2002, hlm. 365
[3]
Tony Lane, Runtut Pijar (Sejarah
Pemikiran Kristiani), Jakarta: BPK-GM, 2007, hlm. 182
[4]
Jan S. Aritonang, Op.cit.,hlm. 149
[5]
F.D. Wellem, Riwayar Hidup Singkat
Tokoh-tokoh dalam Sejarah Gereja, Jakarta: BPK-GM, 1999, hlm. 224
[6] Ibid, hlm. 224
[7] Ibid, hlm. 241
[8] H.
Berkhof, Sejarah Gereja, Jakarta:
BPK-GM, 2007, hlm. 252
[9] Willam
H. Willimon & Richard Lisher, Concise
Encyclopedia of Preaching, Louisville: Westminster Jhon Knox Press, 2004,
p. 501
[10]
H. Berkhof, Op.cit., hlm. 266
[11]
F.D. Wellem, Op.cit., hlm. 108
[12]
Jan S. Aritonang, Op.cit.,hlm.303-305
[13]
Willam H. Willimon & Richard Lisher, Op.cit.,
hlm. 502
[14] Ibid, hlm. 336-337
[15]
F.D. Wellem, Op.cit., hlm. 186
[16] Willam
H. Willimon & Richard Lisher, Op.cit.,
hlm. 340
[17] Ibid, hlm. 190
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Bijaksanalah memberikan pendapat, setiap pendapat harus dibangun atas dasar yang jelas