Jumat, 25 Januari 2013

TUJUAN KOTBAH MENURUT PARA HOMILITIKER PADA ABAD PENGINJILAN SAMPAI ABAD XX


TUJUAN KOTBAH MENURUT PARA HOMILITIKER
PADA
ABAD PENGINJILAN SAMPAI ABAD XX

I.                   Pendahuluan
Pada sajian yang sebelumnya kita sudah membahas mengenai ujud kotbah dan juga tujuan kotbah menurut Yesus Kristus, Rasul Petrus dan Rasul Paulus. Dan pada sajian kita kali ini, kita akan mencoba melihat tujuan-tujuan kotbah menurut para homilitiker pada abad penginjilan sampai pada abad ke XX. Semoga ini dapat menambah pengetahuan kita bersama.

II.                Pembahasan
2.1. Tujuan Kotbah Pada Abad ke - 17/18
Pada sekitar abad ke-17, gereja-gereja di Eropa seperti Anglican, Lutheran dan Calvinis (Reformed) oleh banyak orang dilihat sudah semakin kaku, dingin, tidak bergairah dan kurang menghargai manusia sebagai pribadi. Padahal masyarakat beragama mendambakan ungkapan-ungkapan yang lebih mesra, hangat, dan personal. Kerinduan ini mendorong lahirnya gerakan Pietisme, dan pada gilirannya melahirkan tiga rumpun gereja-gereja, yakni Moravia, gereja-gereja Swedia Injili dan gereja-gereja Metodis (Wesleyan).[1] Di Jerman sendiri, kehidupan iman dalam kalangan orang-orang Protestan telah menjadi suam karena kebekuan ajaran dan semangat. Gereja di Jerman, pada masa ini telah menjadi sangat intelektualistis, sehingga kebenaran iman Kristen telah menjadi permainan intelektual semata-mata.[2]
Pada abad ke-18, merupakan masa dimana terjadi kemunduran besar dalam moral dan agama. Ketidakpercayaan menjadi mode mutakhir dan kebanyakan pendeta hanya berkotbah tentang moralisme yang kosong.[3] Di Inggris sendiri, pada awal abad ke-18 masih merupakan negeri agraris yang sedang bersiap-siap memasuki era industri modern melalui Revolusi Industri yang berlangsung sejak pertengah abad itu. Ada kesenjangan yang besar antara tuan-tuan  dan buruh-buruh, kesenjangan ini pun tidak berkurang ketika roda Revolusi Industri berputar dengan cepat. Dan pada akhirnya muncullah kapitalis, industrilialisasi, kriminalitas meningkat, wabah penyakit dan pelacuran, yang mana sering diabaikan oleh gereja.[4]

2.1.1.      Philip Jacob Spener (1635)
Spener adalah salah seorang tokoh dan pelopor daripada Gerakan Pietisme Jerman. Ia lahir di Alcase pada tahun 1635. Pada tahun 1666, Spener menjadi pendeta di kota perdagangan Frankfurt. Ia mulai memperkuat katekisasi bagi anak-anak dan yang sudah sidi harus melalukan dengan sungguh-sungguh imamat am-nya. Kaum awam harus dilibatkan dalam pekerjaan pelayanan gereja dan juga menekankan agar diadakan penelitian Alkitab.[5]
Menurut Spener, dalam kotbah-kotbahnya ia mengajak seluruh umat untuk berbuat baik dan hidup lebih saleh. Dan didalam bukunya yaitu Pia Desideria (Cita-cita Kesalehan), yang mana pada point ke-6, usul untuk memperbaiki keadaan gereja, dikatakan bahwa, kotbah-kotbah haruslah disusun dengan tujuan membangkitkan iman pendengarnya  supaya imannya menunjukkan buah-buah roh. [6]

2.1.2.      John Wesley (1703-1791)
John Wesley adalah seorang yang sangat saleh dan seorang pengkotbah yang sangat bersemangat. Ia memiliki kecakapan yang luar biasa dalam mengorganisir suatu organisasi. John Wesley juga dikenal sebagai seorang pemimpin gerakan Kebangunan Rohani di Inggris pada abad ke-18 bersama dengan saudaranya Charles Wesley. John Wesley lahir pada 17 Juni 1703 di Epworth.[7]
Wesley berkotbah dengan bahasa sederhana, seraya memakai banyak kiasan, perumpamaan dan cerita. Tiap berkotbah diakhiri dengan seruan dan undangan kepada jemaat supaya bertobat dan menyucikan hidupnya dari segala sisa dosa.[8] Menurutnya, kotbah harus memiliki tujuan menyerukan: (1) pertobatan, (2) Pembenaran oleh iman, dan (3) pengudusan atau kesucian.[9]

2.2.Tujuan Kotbah pada abad ke-19 sampai abad ke-20
Pada abad ini, kemajuan kapitalisme dilapangan perekonomian menimbulkan berkembangnya industri dimana-mana. Semua untung besar masuk kantong kaum pengusaha dan majikan, tetapi kaum buruh hidup dalam kemiskinan dan kemelaratan yang menyedihkan. Pada abad ini juga mulai berkembang imperialisme dan liberialisme. Dalam perkembangan rohani, pada abad ini, dapat pula kita membedakan tiga zaman dalam perkembangan hidup rohani, yaitu zaman idealism, zaman liberialisme dan zaman naturalisme.[10]

2.2.1.      Charles Finney (1872)
Finney adalah tokoh pemimpin revival (Kebangunan Rohani), yang terjadi pada sekitar tahun 1800. Finney dilahirkan di New England, tahun 1872 dalam keluarga Kristen Presbiterian.
Finney mencurahkan seluruh perhatiannya kepada berkotbah. Mengadakan beberapa kebangunan rohani dibeberapa kota di negara bagian New York. Ia menulis suatu buku yang berjudul: Lectures on Revival of Religion (Kotbah-kotbah mengenai Kebangunan Agama). Menurut Finney, kotbah harus disampaikan dengan berapi-api dan memakai bahasa yang sederhana, disertai doa-doa yang panjang dan penuh perasaan, di mana nama-nama orang yang berdosa itu disebut dengan jelas. Dan menurut kotbah bertujuan untuk mendorong seseorang untuk mengambil keputusan untuk bertobat atau tidak.[11]

2.2.2.      Ellen G. White (1827-1915)
Ellen lahir di daerah pertanian dekat kota Gorham, Maine, namun dibesarkan di Portland. Ellen bukan hanya seorang pengkotbah dan ‘penglihat’ ataupun ‘nabiah’ yang ulung, melainkan juga penulis yang produktif. Dia dianggap sebagai perintis aliran Adventis.[12] Ellen melihat bahwa yang menjadi tujuan berkotbah adalah penyelamatan jiwa.[13]

2.2.3.      Dwight Lyman Moody (1837-1899)
Lahir di kota kecil dari Northfield. Massachusetts, ia meninggalkan Northfield sebagai seorang remaja untuk pergi ke Boston dan kemudian ke Chicago, di mana ia bekerja sebagai penjual sepatu dan sebagai penginjil awam sampai 1873. Dia selalu berbicara secara informal, ia tidak pernah menulis secara rinci tepat sebuah khotbah keseluruhan. Dalam kotbah bertujuan menekankan pesan sederhana dari Allah yaitu Kasih, bukan dari Allah yang murka dan penghakiman.[14] Moody berpegang teguh kepada apa yang tertulis di dalam Alkitab. Ia tidak meragukan sedikitpun kebenaran Alkitab. Dalam kotbah-kotbahnya ia menekankan bahwa Allah mengasihi semua manusia dan Moody ingin membawa kasih kepada semua orang dan mengajak orang untuk bertobat dan menerima kasih Tuhan itu.[15]

2.2.4.      G. Campbell Morgan (1863-1945)
Morgan percaya bahwa "pekerjaan terutama dari pendeta Kristen adalah berkotbah". Yang menjadi metode persiapan adalah "kerja; kerja keras, dan lagi, bekerja". Ia menyiapkan khotbah singkat yang memungkinkan untuk kebebasan berekspresi, dan kemudian berkhotbah selama minimal 45 menit.
Morgan bertubuh tinggi dan kurus, dengan rambut jauh dan intens, wajah hampir sedih,. Suaranya resonan meski tidak kuat. Dia percaya bahwa yamg menjadi tujuan penting dari khotbah adalah kebenaran, kejelasan, dan gairah.[16]

2.2.5.      Charles E. Coughlin (1891-1979)
Ayahnya seorang pendeta Katolik yang dikenal melalui kotbahnya dari radio di Amerika pada periode perang dunia II. Lahir di Ontario, Kanada. Coughlin mengencap pendidikan di Universitas St. Michael dan menjadi seorang pendeta pada 1916. Dari 1916-1918, Coughlin mengajar psikologi, bahasa inggris, di Ontario dekat Detroit. 1923 pindah ke Michigan dan bekerja pada bidang keuskupan di Detroit. 1930 dia mulai terkenal di program, “The Golden Flower of Little Flower” di salah satu program nasional CBS dan dia dijuluki “The little flower”. Coughlin terkenal sebagai pendeta radio dan kotbah-kotbahnya dibingkai oleh filosofis skolastik. Coughlin didalam kotbahnya ia mengkritik para kaum yahudi yang bertopengkan bait suci demi mendapatkan uang. Kotbah harus bertujuan menyuarakan kebenaran.[17]

III.             Kesimpulan
Dari pemamparan diatas, kita dapat melihat tujuan kotbah dari masing-masing tokoh. Tokoh-tokoh tersebut juga dipengaruhi oleh situasi yang terjadi. Sehingga dengan melihat masing-masing tujuan kotbah dari para tokoh sesuai dengan zamannya, kita dapat menambah wawasan kita sendiri mengenai hal diatas.

IV.             Daftar Pustaka
Aritonang, Jan S., Aritonang, Berbagai Aliran di dalam dan di sekitar Gereja, Jakarta: BPK-GM, 1995
Berkhof, H., Sejarah Gereja, Jakarta: BPK-GM, 2007
Lane, Tony, Runtut Pijar (Sejarah Pemikiran Kristiani), Jakarta: BPK-GM, 2007
Wellem, F.D., Kamus Sejarah Gereja, Jakarta: BPK-GM, 2002
Wellem, F.D., Riwayar Hidup Singkat Tokoh-tokoh dalam Sejarah Gereja, Jakarta: BPK-GM, 1999
Willimon, Willam H. & Richard Lisher, Concise Encyclopedia of Preaching, Louisville: Westminster Jhon Knox Press, 2004

Chrisnov M Tarigan
Mahasiswa STT Abdi Sabda Medan


[1] Jan S. Aritonang, Berbagai Aliran di dalam dan di sekitar Gereja, Jakarta: BPK-GM, 1995, hlm. 146
[2] F.D. Wellem, Kamus Sejarah Gereja, Jakarta: BPK-GM, 2002, hlm. 365
[3] Tony Lane, Runtut Pijar (Sejarah Pemikiran Kristiani), Jakarta: BPK-GM, 2007, hlm. 182
[4] Jan S. Aritonang, Op.cit.,hlm. 149
[5] F.D. Wellem, Riwayar Hidup Singkat Tokoh-tokoh dalam Sejarah Gereja, Jakarta: BPK-GM, 1999, hlm. 224
[6] Ibid, hlm. 224
[7] Ibid, hlm. 241
[8] H. Berkhof, Sejarah Gereja, Jakarta: BPK-GM, 2007, hlm. 252
[9] Willam H. Willimon & Richard Lisher, Concise Encyclopedia of Preaching, Louisville: Westminster Jhon Knox Press, 2004, p. 501
[10] H. Berkhof, Op.cit., hlm. 266
[11] F.D. Wellem, Op.cit., hlm. 108
[12] Jan S. Aritonang, Op.cit.,hlm.303-305
[13] Willam H. Willimon & Richard Lisher, Op.cit., hlm. 502
[14] Ibid, hlm. 336-337
[15] F.D. Wellem, Op.cit., hlm. 186
[16] Willam H. Willimon & Richard Lisher, Op.cit., hlm. 340
[17] Ibid, hlm. 190

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bijaksanalah memberikan pendapat, setiap pendapat harus dibangun atas dasar yang jelas