Senin, 11 Maret 2013

Apakah Marah Begitu Buruk?


Apakah Marah Begitu Buruk?

Adalah seorang anak laki-laki yang bersifat pemarah. Ayahnya memberikan sekantong paku dan mengatakan pada anak itu untuk memakukan sebuah paku di pagar belakang setiap kali dia marah.
Hari pertama anak itu telah memakukan 37 paku ke pagar. Lalu secara bertahap jumlah itu berkurang. Dia mendapati bahwa ternyata lebih mudah menahan amarahnya daripada memakukan paku di pagar.
Akhirnya tibalah hari dimana anak tersebut sama sekali tidak kehilangan kesabarannya. Dia memberitahukan hal ini kepada ayahnya yang kemudian mengusulkan agar dia mencabut satu paku untuk setiap hari di mana dia tidak marah.
Hari-hari berlalu dan anak laki-laki ini akhirnya memberitahu ayahnya bahwa semua paku telah tercabut. Sang ayah menuntun anaknya ke pagar. "Kau telah berhasil dengan baik, anakku, tetapi lihatlah lubang-lubang dipagar ini. Pagar ini tidak pernah bisa sama seperti sebelumnya. Ketika kamu mengatakan sesuatu dalam kemarahan, kata-katamu meninggalkan bekas seperti lubang ini. Kamu dapat menusukkan pisau pada seseorang lalu mencabut pisau itu, tetapi tidak peduli berapa kali kamu meminta maaf, luka itu tetap ada.

**Luka karena kata-kata adalah sama buruknya dengan luka fisik.**

Berpikir Sederhana


Berpikir Sederhana

Terpetik sebuah kisah, seorang pemburu berangkat ke hutan dengan membawa busur dan tombak. Dalam hatinya dia berkhayal mau membawa hasil buruan yang paling besar, yaitu seekor rusa. Cara berburunya pun tidak pakai anjing pelacak atau jaring penyerat, tetapi menunggu di balik sebatang pohon yang memang sering dilalui oleh binatang-binatang buruan. Tidak lama ia menunggu, seekor kelelawar besar kesiangan terbang hinggap di atas pohon kecil tepat di depan si pemburu. Dengan ayunan parang atau pukulan gangang tombaknya, kelelawar itu pasti bisa diperolehnya. Tetapi si pemburu berpikir, "untuk ada merepotkan diri dengan seekor kelelawar? Apakah artinya dia dibanding dengan seekor rusa besar yang  saya incar?".
Tidak lama berselang, seekor kancil lewat. Kancil itu sempat berhenti di depannya bahkan menjilat-jilat ujung tombaknya tetapi ia berpikir, "Ah, hanya seekor kancil, nanti malah tidak ada yang makan, sia-sia." Agak lama pemburu menunggu. Tiba-tiba terdengar langkah-langkah kaki binatang mendekat, pemburu pun mulai siaga penuh, tetapi ternyata, ah... kijang. Ia pun membiarkannya berlalu. Lama sudah ia menunggu, tetapi tidak ada rusa yang lewat, sehingga ia tertidur. Baru setelah hari sudah sore, rusa yang ditunggu lewat. Rusa itu sempat berhenti di depan pemburu, tetapi ia sedang tertidur. Ketika rusa itu hampir menginjaknya, ia kaget. Spontan ia berteriak, "Rusa!!!" sehingga rusanya pun kaget dan lari terbirit-birit sebelum sang pemburu menombaknya. Alhasil ia pulang tanpa membawa apa-apa.
Banyak orang yang mempunyai idealisme terlalu besar untuk memperoleh sesuatu yang diinginkannya. Ia berpikir yang tinggi-tinggi dan bicaranya pun terkadang sulit dipahami. Tawaran dan kesempatan-kesempatan kecil dilewati begitu saja, tanpa pernah berpikir bahwa mungkin di dalamnya ia memperoleh sesuatu yang berharga. Tidak jarang orang -orang seperti itu menelan pil pahit karena akhirnya tidak mendapatkan apa-apa. Demikian juga dengan seseorang yang bergumul dengan pasangan hidup yang mengharapkan seorang gadis cantik atau perjaka tampan yang baik, pintar dan sempurna lahir dan batin, harus puas dengan tidak menemukan siapa-siapa.
Berpikir sederhana, bukan berarti tanpa pertimbangan logika yang sehat. Kita tentunya perlu mempunyai harapan dan idelaisme supaya tidak asal tabrak. Tetapi hendaknya kita ingat bahwa seringkali Tuhan mengajar anak-Nya dengan perkara-perkara kecil terlebih dahulu sebelum mempercayakan perkara besar dan lagipula tidak ada sesuatu di dunia yang perfect yang memenuhi semua idealisme kita. Berpikirlah sederhana…

Manusia Baru (2 Kor. 5:17)


Renungan
Manusia Baru (2 Kor. 5:17)

“Jadi siapa yang ada didalam Kristus, ia adalah ciptaan baru, yang lama telah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang”.
Manusia baru berarti hidupnya sudah diperbaharui di dalam Kristus. Cara hidupnya sudah baru, perkataannya baru, pikirannya baru dan hatinya juga baru. Kalau dulu kita disakiti orang lain berkata, “Awas kau!” setelah menjadi manusia baru dalam Kristus jawabnya adalah, “Aku mengasihimu, Yesus mengasihimu”. Kalau dulu kita menghadapi masalah yang agak rumit ucapannya adalah, “Celaka aku, mati aku!”, sekarang bisa berkata, “Puji Tuhan, bersama Tuhan kuhadapi semua”. Firman Tuhan berkata: “Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang member kekuatan kepadaku!” (Flp. 4:13).
Manusia lama tidak bisa menikmati apa yang dinikmati manusia baru karena alam pikirannya sangat berbeda. Manusia lama masih hidup dalam kegelapan, dan gelap dan terang tidak bisa bersatu. Apa yang dapat dirasakan oleh terang tidak dapat dirasakan oleh gelap.